Tentu
saja dalam kehidupan sebagai orang percaya, hidup tidak melulu mengenai
perayaan dan kebahagiaan. Terkadang, bahkan sering, kita berada dalam situasi
yang menyesakkan, bergumul dengan pilihan yang sulit, kenyataan yang tidak
sesuai dengan harapan, atau ketenangan jiwa yang sepertinya selalu menghindar.
Dalam situasi seperti itu, mungkin kita dibuat bingung atau merasa putus asa.
Bisa juga kita merasa tidak punya tempat untuk mencurahkan isi hati dengan
terus terang. Saat bersimpuh di dalam doa, kita bertanya-tanya, “Apakah boleh
aku mengeluh? Bolehkah aku marah? Berdosakah bila aku mendesak Tuhan untuk
segera menolong?”
Mazmur
Ratapan. Dimana pemazmur dengan nyaman mengutarakan isi hatinya kepada Allah.
Pemazmur dengan jujur dan tanpa malu-malu menuntut keadilan Allah, dan
mempertanyakan kebertindakan Allah yang menurutnya terlambat atau justru tidak
bertindak sama sekali. Bahkan pemazmur secara terus terang menyangsikan sifat
Allah, seolah-olah Allah tidak lagi seperti Allah yang dikenal selama ini, sepertinya
Allah inkonsisten dengan sifatNya. Dalam Mazmur ini, pemazmur yang sedang dalam
kesusahan hati atau merasa diperlakukan dengan tidak adil, meminta bahkan
menuntut Allah agar segera bertindak. Agar segera menunjukkan keadilanNya,
sifat-sifatNya yang benar, dan bentuk kasihNya yang melegakan.
Ternyata,
dalam kehidupan kita sebagai orang percaya, saat kita merasa seolah-olah Tuhan
abai, seakan-akan Tuhan jauh, atau sepertinya Tuhan diam dan bersembunyi, kita
boleh mengutarakan perasaan kita dengan terus terang di hadapanNya. Ternyata,
kepada Sang Pemilik Kehidupan, kita boleh datang saja dengan kejujuran hati
tanpa harus memilih atau merangkai kata-kata yang indah. Ternyata, dalam doa
kepadaNya, kita tidak selalu harus datang dengan sederet permintaan dan
permohonan. Kita boleh datang dalam rasa syukur, pujian, dan sukacita yang
indah, namun juga boleh dalam kehancuran hati, kekecewaan, dan keremukan jiwa.
Pada
akhirnya, keterusterangan kita di hadapan Allah
akan membawa kita pada pemulihan, dan kesadaran bahwa eksistensi Allah
tidak pernah terpungkiri. Seperti para pemazmur yang pada akhirnya selalu
menutup ratapannya dengan pengakuan akan kedaulatan Allah dan pengharapan akan
tindakanNya, kita sebagai umatNya pun, dalam kejujuran di hadapan Allah akan
menyadari, bahwa Tuhan bukanlah sumber dari kekecewaan atau ketidakadilan yang
kita alami, Ia masih Allah yang adil dan pengasih, Ia masih Allah yang mengerti
dan peduli. Ia masih Allah yang sama, dan akan tetap begitu.
Komentar
Posting Komentar